Ilustrasi Foto IA yang menunjukkan petani cabai sedang panen (halojawatimur.com)
HALOJAWATIMUR.COM — Nasib kurang baik tengah dialami Suhartini, petani cabai asal Desa Pulungdowo, Kecamatan Tumpang. Panen kali ini tak membawa keuntungan karena harga cabai rawit di pasaran justru jatuh dan tidak sebanding dengan biaya produksi.
Dalam beberapa pekan terakhir, harga cabai sempat terpuruk di angka Rp12 ribu per kilogram. Walaupun kini merangkak naik menjadi Rp25 ribu, Suhartini menilai hasil tersebut belum bisa menutup ongkos tanam.
“Panen kali ini masih belum bisa menutup biaya operasional, mas. Kalau dihitung-hitung, harga sekarang belum layak,” keluhnya saat ditemui, Kamis (11/9/2025).
Di lahan sekitar 620 meter persegi yang berada di samping rumah, ia hanya mampu memetik sekitar 10 kilogram cabai setiap kali panen. Biaya pupuk, obat hama, dan tenaga kerja membuat keuntungan semakin tipis.
Kondisi cabai di lahan miliknya pun tampak sebagian mengering, dengan bunga dan daun yang rontok akibat kurangnya perawatan optimal, terutama dari segi pemupukan.
Meski begitu, wanita paruh baya yang sudah memiliki cucu tersebut tidak menyerah. Selain di pekarangan rumah, ia juga menanam cabai di lahan sawah. Untuk menambah penghasilan, Suhartini bersama anaknya membuka warung kecil di depan rumah sehingga kebutuhan sehari-hari masih bisa terbantu.
“Bertani sudah bagian dari hidup saya. Susah atau senang, tetap akan saya jalani,” tegasnya.
Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan, harga acuan cabai rawit merah di tingkat konsumen ditetapkan antara Rp40 ribu hingga Rp57 ribu per kilogram. Sementara itu, di tingkat petani seharusnya berkisar Rp25 ribu hingga Rp31.500.
Artinya, harga yang diterima Suhartini masih berada di batas bawah, sehingga belum mampu menutupi biaya produksi yang telah dikeluarkan.
Penulis : Afandy | Penerbit : Redaksi