Suluh Marhaenis Situbondo: Irham Kahfi, Idealisme Bung Karno di Tangan Generasi Baru

Foto : Irham Kahfi, Ketua PA GMNI Situbondo
HALOJAWATIMUR.COM - Irham Kahfi Yuniansah atau yang sering disapa Kahfi lahir di Bondowoso, Jawa Timur, pada September 1998, namun benih-benih pemikirannya tumbuh subur di koridor waktu yang lebih luas, di antara buku-buku tebal dan diskusi-diskusi sunyi di bawah langit Jawa.

Awal Mulanya: Dari Sejarah Menuju Cita-Cita

Sejak duduk di bangku SMPN 1 Panji dan SMAN 1 Situbondo, Kahfi telah menunjukkan ketertarikan yang mendalam pada narasi besar manusia: Sejarah. Keputusan untuk menempuh pendidikan di Ilmu Sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta bukanlah kebetulan, melainkan pencarian sistematis terhadap akar masalah dan solusi peradaban. Yogyakarta, kota budaya dan intelektual, menjadi kawah candradimuka bagi idealismenya. Di sana, Kahfi tak hanya mempelajari tanggal dan peristiwa; ia menyelami logika kekuasaan, keadilan sosial, dan kerapuhan sistem politik. Ia bukan sekadar mahasiswa, melainkan seorang penambang makna yang mencari inti kemurnian di tengah keruhnya sejarah.

Suluh Marhaenis di Jantung Sejarah

Idealismenya, yang berakar pada keadilan sosial dan penolakan terhadap ketidaksetaraan, menemukan wadah dan artikulasi yang kokoh dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Bagi Kahfi, GMNI bukan sekadar organisasi mahasiswa; ia adalah laboratorium Marhaenisme—wadah untuk menerjemahkan ajaran Bung Karno tentang kemanusiaan yang adil dan beradab. 

Di tengah dinamika kampus yang beragam, Kahfi memilih GMNI karena resonansi filosofisnya. Ia melihat Marhaenisme sebagai kunci untuk membuka simpul masalah keadilan di Indonesia: fokus pada rakyat kecil (marhaen) dan perjuangan untuk menghapuskan exploitation de l’homme par l’homme (penghisapan manusia atas manusia).

Keterlibatannya dalam GMNI sangat mempengaruhi cara Kahfi memandang sejarah dan politik. Jika risetnya tentang Salvador Allende memberinya pelajaran tentang etika berjuang melalui demokrasi, maka GMNI memberinya jiwa kerakyatan yang konkret. Ia mulai menyadari bahwa idealisme politik harus turun ke bumi, menyentuh realitas kaum tani, buruh, dan masyarakat marginal.

Kompas Idealisme: Allende dan Marxisme Humanis

Idealisme politik Kahfi bukan berakar pada dogma kosong, melainkan pada studi mendalam terhadap figur-figur sejarah yang berani menempuh jalan yang jarang dilalui. Salah satu subjek utama yang membentuk pandangannya adalah Salvador Allende, Presiden Chili yang mencoba membangun sosialisme melalui jalur demokrasi.

Bagi Kahfi, Allende adalah fakta tentang kemungkinan moral dalam politik. Ia melihat Allende sebagai seorang Marxis yang humanis, bukan ideolog garis keras. Kahfi berpendapat bahwa kekuasaan untuk negara sosialis dapat diraih melalui jalan demokratis, memisahkan cita-cita besar perubahan struktural dari cara-cara revolusioner yang penuh kekerasan. Pandangan ini mencerminkan idealismenya bahwa perubahan sosial harus berlandaskan etika dan legitimasi rakyat, bukan tirani atau kekerasan. Ia meyakini bahwa politik sejati adalah alat untuk mencapai keadilan, bukan arena untuk berebut kursi kekuasaan semata.

Pilar Marhaenis Situbondo: Irham Kahfi Yuniansah, Ketua PA GMNI

Irham Kahfi Yuniansah dikenal sebagai sosok yang menggabungkan kedalaman pemikiran sejarah dengan semangat kerakyatan yang kokoh. Kepemimpinannya sebagai Ketua Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) Situbondo menandai babak baru konsolidasi kaum nasionalis-Marhaenis di Kabupaten Situbondo.

Irham Kahfi terpilih sebagai Ketua PA GMNI Situbondo melalui Konfercab (Konferensi Cabang) ke-1 yang menjadi musyawarah tertinggi organisasi alumni tersebut. Dalam pidatonya, ia menegaskan bahwa Konfercab ini bukan sekadar pergantian kepengurusan, melainkan momentum penting "berkumpulnya orang-orang nasionalis yang ada di Kabupaten Situbondo".

Dengan dukungan Subasri sebagai Sekretaris dan Bagus sebagai Bendahara, Kahfi memimpin PA GMNI Situbondo dengan semangat persatuan dan persaudaraan, menjadikan organisasi alumni ini sebagai pilar penting bagi penguatan semangat nasionalis dan cita-cita keadilan di Kabupaten Situbondo

Pergumulan dalam Tulisan

Idealismenya tidak hanya diartikulasikan di mimbar-mimbar demonstrasi, tapi juga di atas kertas, melalui riset dan tulisan tajam. Kahfi menggunakan penanya sebagai senjata intelektual. Salah satu topik dalam tulisannya yakni tentang Keadilan dan Feminisme: Keterlibatannya dalam publikasi seperti "Diskursus Feminisme Jawa: Kekuasaan dan Laku Spiritual" menunjukkan bahwa idealismenya melampaui isu-isu kenegaraan konvensional. Ia mencari dimensi keadilan yang lebih halus, memahami bahwa kekuasaan dan penindasan juga bersemayam dalam budaya dan struktur gender.

Tulisannya tentang politik selalu mengandung harapan yang mendalam, sebuah keyakinan bahwa politik yang adil adalah mungkin, asalkan para pelakunya berpegang teguh pada prinsip, bukan pragmatisme belaka.

Harapan yang Berjalan

Saat ini, Irham Kahfi Yuniansah bukan hanya seorang mahasiswa sejarah, tetapi manifestasi dari generasi yang menolak apati politik. Ia mewakili suara idealis yang percaya bahwa kekuasaan harus melayani rakyat, bahwa sejarah dapat diajarkan sebagai pelajaran, dan bahwa setiap langkah politik harus dipertanggungjawabkan pada etika tertinggi.

Dalam setiap perjuangannya, Kahfi seolah berbisik, mengingatkan: Politik bukan tentang siapa yang menang, tetapi tentang bagaimana kita membangun rumah bersama yang adil dan bermartabat. Ia adalah cerminan dari semangat puitis yang ia miliki, yang kini diterjemahkan menjadi visi politik yang jelas: mewujudkan keadilan, baris demi baris, langkah demi langkah. (Afn/Red)

Lebih baru Lebih lama