Perputaran Uang Melambat, Indonesia Masuki Fase Pengetatan Likuiditas


Jakarta – Perputaran uang di Indonesia mulai menunjukkan tanda perlambatan signifikan di pertengahan 2025. Sejumlah indikator ekonomi mengungkap adanya pengetatan likuiditas, yang membuat arus uang di masyarakat dan dunia usaha berjalan lebih lambat dibanding awal tahun.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II 2025 memang masih positif di angka 5,12% secara tahunan. Namun, di balik angka tersebut, konsumsi rumah tangga sebagai penyumbang terbesar PDB mulai menunjukkan pelemahan. Sementara itu, investasi baru tumbuh tipis, mencerminkan sikap hati-hati pelaku usaha.

“Kita tidak sedang dalam krisis, tapi ada gejala perlambatan. Belanja pemerintah yang dipangkas, ditambah melemahnya daya beli, membuat perputaran uang di sektor riil terhambat,” ujar seorang ekonom dari Universitas Indonesia, Rabu (14/8/2025).

Instruksi efisiensi anggaran senilai Rp306 triliun yang dikeluarkan pemerintah turut mengurangi aliran dana ke daerah, termasuk untuk proyek-proyek infrastruktur dan belanja modal. Di sisi lain, perbankan melaporkan penurunan permintaan kredit, terutama dari sektor UMKM, yang memilih menahan ekspansi di tengah ketidakpastian pasar.

Kondisi ini membuat banyak pelaku usaha ritel dan jasa mulai mengeluhkan omzet yang stagnan, bahkan menurun. “Dulu uang cepat mutar, sekarang barang laku tapi uang masuknya lambat,” kata Sari, pemilik toko grosir di Probolinggo.

Para analis memperingatkan, jika perlambatan ini berlanjut tanpa intervensi kebijakan yang efektif, Indonesia berisiko mengalami penurunan pertumbuhan lebih tajam pada 2026. Stimulus konsumsi dan dorongan investasi dinilai menjadi kunci untuk menjaga arus likuiditas di pasar.


Penulis : Afandy  | Penerbit  : Redaksi

Lebih baru Lebih lama